Gen Hibernasi Ini Disebut Bisa Buka Kekuatan Tersembunyi Manusia

DUA studi yang terbit di jurnal Science pada 31 Juli 2025 mengungkap fakta bahwa manusia membawa gen yang sama dengan mamalia yang berhibernasi. Gen ini diyakini menyimpan potensi tersembunyi yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan medis, termasuk perlindungan saraf dan pengaturan metabolisme tubuh.

Penemuan ini dipublikasikan oleh yang dipimpin Christopher Gregg, profesor genetika manusia dari University of Utah. Para peneliti mengidentifikasi pengatur utama gen yang berperan dalam proses hibernasi. Menurut mereka, gen yang sama juga terdapat pada manusia, namun belum dimanfaatkan secara maksimal.

“Hibernasi menawarkan beragam kekuatan super yang sangat penting secara biometrik,” kata Gregg dikutip dari Live Science pada Ahad, 3 Agustus 2025.

Salah satu contoh yang ditunjukkan adalah kemampuan tupai tanah dalam mengembangkan resistansi insulin sementara. Dengan mekanisme ini, tupai dapat menambah berat badan dengan cepat sebelum hibernasi, dan kembali normal ketika prosesnya sudah dimulai. Menurut Gregg, memahami mekanisme ini bisa membantu mengatasi resistansi insulin yang menjadi ciri khas diabetes tipe 2.

Hewan hibernasi juga mampu melindungi sistem saraf mereka dari kerusakan akibat perubahan aliran darah secara tiba-tiba. “Saat mereka keluar dari hibernasi, otak mereka kembali dialiri darah,” tutur Gregg. “Biasanya hal itu akan menyebabkan banyak kerusakan, seperti stroke, tapi mereka telah mengembangkan cara untuk mencegahnya.”

Dalam penelitian, tim menggunakan teknik penyuntingan gen CRISPR untuk menonaktifkan lima elemen DNA non-coding yang disebut cis-regulatory elements (CRE) pada tikus. Perlu diketahui, CRISPR merupakan bagian dari sistem pertahanan alami pada bakteri. Dengan informasi dari potongan DNA virus yang pernah menyerang, bakteri bisa mengenali dan melawan serangan virus serupa di masa depan. Ilmuwan mengadopsi hal tersebut dan menciptakan alat penyuntingan gen presisi tinggi.

Meski tikus tidak bisa berhibernasi, mereka bisa mengalami kondisi metabolisme rendah yang disebut torpor setelah berpuasa selama minimal enam jam. Kondisi ini menyerupai hibernasi dan memungkinkan tikus digunakan sebagai model penelitian.

Kelima CRE tersebut berada di sekitar kluster gen yang dikenal sebagai fat mass and obesity-related locus (FTO), yang juga dimiliki manusia. Kondisi ini dikaitkan dengan risiko obesitas serta gangguan metabolik.

Penghapusan elemen-elemen tersebut mempengaruhi berat badan, laju metabolisme, dan perilaku mencari makan tikus. Salah satu CRE bernama E1, jika dihapus pada tikus betina, menyebabkan peningkatan berat badan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol saat diberi makanan tinggi lemak. Ada juga penghapusan CRE E3 yang mempengaruhi cara tikus jantan dan betina mencari makanan yang disembunyikan di arena uji.

“Menunjukkan mungkin ada perbedaan penting dalam proses mencari makan dan pengambilan keputusan antara hewan yang berhibernasi dan tidak, dan elemen yang kami temukan mungkin terlibat,” tutur Gregg.

Menurut dia, masih banyak hal yang belum diketahui, misalnya soal alasan efek penghapusan yang berbeda pada tikus jantan dan betina, serta bagaimana perubahan perilaku mencari makan itu tercermin pada manusia. Tim peneliti juga berencana menguji dampak penghapusan lebih dari satu CRE sekaligus.

Gregg berharap aktivitas gen “pusat hibernasi” pada manusia nantinya bisa dimodifikasi melalui obat-obatan. “Gagasannya adalah pendekatan ini dapat memberikan manfaat dari aktivitas gen tersebut, seperti perlindungan saraf, tanpa harus membuat pasien benar-benar hibernasi,” kata dia.

Kelly Drew, pakar biologi hibernasi dari University of Alaska Fairbanks, menyebut hasil studi ini sangat menjanjikan karena lokus FTO berkaitan erat dengan obesitas pada manusia. Namun, dia menekankan torpor pada tikus tetap berbeda dari hibernasi sejati karena dipicu oleh puasa, bukan perubahan hormonal dan musim.

Drew menduga CRE dan gen yang ditemukan kemungkinan merupakan bagian penting dari perangkat metabolik yang merespons kondisi ekstrem, tapi kemungkinan bukan “saklar utama” yang sepenuhnya mengaktifkan atau menonaktifkan hibernasi. “Mengungkap mekanisme dasar ini dalam model yang bisa dikendalikan seperti tikus adalah batu loncatan yang sangat berharga untuk penelitian ke depan,” ujar Drew.

Pengumuman

Belum ada pengumuman yang dipublish

Download

Belum ada unduhan yang dipublish